Jumat, 28 Desember 2018

Diskusi Kesusastraan "Objek Kreativitas Novel Tiba Sebelum Berangkat"

Ada waktu di mana kita diasumsikan luar biasa; hal itu menjadikan manusia menjauhkan dari kata sempurna. Lahir hal-hal baru dalam diri manusia yang jumawa. Jumawa atas dirinya dan terfatal merasakan dirinya lebih sempurna dari yang lain. Rasa-rasa semuanya pada memikirkan bagaimana hal itu bisa tercipta dengan cara apa kita menjelajahi, dalam keberadaan kosong, kerus teronta tanpa haus pengetahun, itu permasalahan manusia paling fatal. 

Diskusi kali ini membahas tentang sastra. Untuk menggap bahwa karya sastra perlu dijadikan sebuah objek kajian sebagaimana manusia bisa belajar dari orang-orang besar. Bedah buku yang dijadikan objek sebagai sumber buku dari salah satu penulis muda dari Makasar dengan judul buku "Tiba Sebelum Berangkat". Buku yang dikategorikan sebuah karya sastra yang berbasis sejarah.

Dalam buku tersebut menceritakan tentang budaya di Bugis Makasar, di Makasar memiliki sebuah keunikan dalam gender dalam kehidupan manusia, bisa melihat dari tokoh seorang Bisu ialah seorang yang memiliki kepribdian ganda. Kesukaan atau ketertarikannya bukan hanya kepada seorang lawan jenis namun ke semasa jenisnya. Namun orang tersebut di Makasar menjadi tokoh atau ditokohkan. Seorang yang berbeda dengan manusia lain bisa dikatakan sebagai karunia Tuhan. Perspektif novel tersebut lahir dari interpretasi secara individu sebagai hakim karya sastra yang tercipta dalam bentuk sains sastra. Maka pada tahun 1950 para DII/TII merasa bahwa bagaimana mungkin manusia bisa hidup yang tidak selaras dengan budaya serta ada penyimpangan yang dilarang oleh agama yaitu Islam, sehingga DII/TII merasa akan menjadi orang paling benar sehingga harus bisa memberantas orang-orang seperti Bisu yang dianggap akan menjadi biang malapetaka. Sehingga pengajakan untuk masuk agama Islam dipaksa untuk membaca sahadat, dan jika menolaknya akan diasingkan ke hutan berbulan-bulan untuk bisa meninggalkan budaya tersebut, dengan tujuan budaya itu harus dibinasakan, karena hidup tersebut menjadi larangan keras terhadap menyukai sesama jenis. Itu gambaran sekilas dalam buku "Tiba Sebelum Berangkat karya Faisal Oddang". 

Salah satu peserta mengatakan dengan tegas walau tidak pernah baca tersebut. Ia mengatakan "Buku yang dibahas kali ini bisa dikatakan karya sastra yang kontemporer, sebuah proses penulisan di mana penulis hidup dimasa sekarang namun tetap mengangkat hal yang ada di masa lalu, tidak menutup kemungkinan memberikan kontribusi di masa akan datang". Mahasiswa tersebut masih semester satuu, namun dalam menggiati sastra selalu ingin tau dan merasa terus lema perlu belajar, nama mahasiswa tersebut Dani. 

Tatkala detik demi detik telah berlandas dan tanpa terasa tidak sadar perbincangan tentang sastra menarik. Dibuka dengan sebuah pemahaman itu, akan membuka cakrawala manusia dalam hidup sebagaimana keragaman hidup di Indonesia sangat beragam, yang menjadikan kita sebagai warga negara Indonesia bersyukur memiliki keberagaman dari budaya, gaya hidup dan bahkan cara memanusiakan manusia. Sastra akan membuka manusia ketika senantiasa membaca hasil karya-karya sastra, khususnya dalam sasatra yang berbasis sejarah. 

Kegelisahan seorang arkiolog akan menjadi dilema, ketika menulis karya sastra bukan hanya bertujuan untuk berjaya dan merdeka dengan karyanya, namun bagaimana budaya dan sejarah akan menjadi nilai edukasi yang dapat disampaikan dengan cara sederhana. Bahkan sastra sebagai dasar manusia berjaya dengan dirinya berdasarkan dengan perjalanan manusia mempu membenturkan dengan dirinya, menciptakan khasanah baru dalam kesusastraan.

Dalam Diskusi tersbut, membahas dengan luas adanya problematika kesusastraan di Indonesia. Khususnya dalam karya-karya sastra yang sudah tidak menjadi kegemaran para generasi bangsa, bisa dilihat dari hobi gemaran generasi bangsa Indonesia. Hoby bermain tersebut bisa dikatakan sebuah hobi terakhir, tanpa disadari dampak postif dan negativnya. Sehingga karya sastra hanya menjadi sebuah kajian yang dirasakan sesama pegiat sastra. Keberhasilan dalam memahami sastra bukan hanya pada taraf manusia memahami dunia fiktif namun bisa menjadi fakta dalam membangun realitas membuka cakrawala baru ketika kata, bahasa, dan cita-cita kesusastraan menjadi cita-cita besar dalam membangun cita rasa manusia berharga atas dirinya tercipta dari nalurinya. 

Pemberontakan manusia dalam mebangun fakta menjadi fiktif sebuah kreatifitas luar biasa dalam berkarya, sebab realita manusia akan menjadi hal luar biasa namun akan menjadi lebih berharga ketika sebuah realita menjadi rasa berharga ketika sastra menjadi sandaran manusia dalam berkarya. Cita-cita akan menjadikan kata bermakna atas segala rasa cita-cita penulis dalam kesusastraan menjadi lapangan atau panggung dalam memahami dunia dan penciptanya. Serta manusia bisa memahami fungsi dan posisi manusia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar