Jumat, 19 November 2021

ABSURDITAS DAN HIDUP


He who despairs of the human condition is a coward, but he who has hope for it is a fool. 

-Albert Camus 


Ada kalanya manusia memiliki dasar akan hal, tapi ada kalanya tidak. Namun hati-hati dalam menjalani hidup untuk tidak jatuh, bukan tidak mungkin manusia tidak jatuh. Jatuh dalam hidup itu kodrati, pasti terjadi. Kalau hati-hati pasti tak begitu parah jatuhnya. Sama halnya manusia menghindari makan dari hidup, bisa saja manusia tidak makan, tapi apakah mengikuti.

Namun ada yang makan dan yang tidak. Maka pilihlah. Dan absurditas ialah metode memilih hidup, bukan penyelesaian hidup. Jika ingin dijadikan pengetahuan reduksi sendiri. Jadikan itu cara menyelesaikan hidup. 

Absurditas yang bermakna yaitu manusia. Beruntunglah yang punya kesempatan belajar, sebab hanya itu yang dapat dinikmati hidup kita. Setelah itu mampu mengembalikan apa yang dari dalam menemukan makna. Yang jelas jangan lari dari absurditas, semakin lari akan tiba saatnya.

Seseorang memiliki keinginan, itu perlu. Karena hanya seperti itu yang dapat dikatakan manusia hidup. Saat seorang tidak punya keinginan itu jadi pertanyaan kepadanya. Semua keinginan itu perlu diiris lagi, karena kwatir hanya menjadi keinginan saja, bukan masuk ke arah kebutuhan, padahal yang penting itu.

Namun yang menjadi pilihan perlu resiko. Saat seorang menampung segala keinginan akan tetapi ada pula seorang bisa mengambil sikap, kalau kesepian dapat dijadikan salah satu jalan yang sementara. Terkadang manusia dengan sengaja mengosongkan hati, fokus pada satu tujuan.

Secara langsung, ketika seorang punya keinginan. Tapi masih saja punya satu cara sendiri dalam hidup dianggap ideal. Padahal tidak hanya itu, hidup manusia, cara-cara hidup sederhana dan ideal menjadi harapan sari setiap perjalan. Sehingga selalu punya cara manusia membuka hidup paling ideal. 

Namun, dalam hidup seorang kadang tidak punya harapan apa-apa lagi di masa depan. Ia hanya percaya masa depan adalah sekarang yang terjadi. Bahkan secara tidak langsung, masyarakat Madagaskar; punya prinsip kalau masa depan itu tidak ada, hanya ada itu masa kini sebagai masa depan. Akan tetapi, ada yang relevan dalam hidup seorang, saat itu pola pikir dibentuk. Bahwa memanfaatkan setiap waktu itulah masa paling terbaik, ideal. 

Mengapa seorang punya rasa putus asa dalam hidup, apakah ada yang salah dari harapan-harapannya. Tentu dalam konteks tersebut ada benar namun juga ada salahnya, sebab seseorang hanya bisa memiliki harapan tapi kadang lupa dengan cara ikhtiar, doa, dan sadar. Tidak ada kata. menyerah. Apakah bentuk penyerahan dari akan hidup seorang tanpa cita-cita, salah. 

Belajar dengan pada sejarah Sisifus yang mendorong batu dari atas gunung lalu ia turunkan lagi secara berulang-ulang. Cara itu, dilakukan berulang-ulang oleh manusia normal bahkan seorang raja yang mulia, mengingat sebuah perjalanan itu semua, ia dihukum lantaran kesalahannya. Apakah secara refleksi ada rasa kecewa, tak ada manusia yang tidak sadar saat merasakan kegelisahan yang memuncak kalau itu manusia normal. Mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar