Rabu, 10 November 2021

TUGAS, INGATAN, DAN HAL-HAL YANG MEMBEKAS

catatan bukan sekedar ngopi, ke III


"Ariel Haryanto, mengutip YB Mangunwijaya, yang mengatakan Pidato Kennedy presiden Amerika ke 35 ditahun 1961, berasumsi kalau itu kutipan dari Cicero, mengatakan: andai politikus sedikit memahami puisi, dan penyair sedikit memahami politik, maka dunia akan menjadi tempat yang sedikit lebih baik." 

Kutipan di atas bentuk pesimistis terhadap pengetahuan politik. Tapi, paling sederhana saat memahami kutipan di atas mengajarkan kepada kita untuk memperluas pengetahuan, mempertajam, dan memperhalus pikiran. Dan pentingnya menulis puisi, yang dapat dijadikan terapi psikologi menghapus luka atau menangkap peristiwa menjadi tawa. 

Dan seorang teman bertemu dan berkata "ini tulisanku kemarin; puisi ditulis saat tidak bisa tidur dan mengiris-iris kenangan, lalu menuliskan puisi, ini jadi.!!" Begitulah percakapan dimulai. Begitulah pertemuan yang mungkin jadi jalan baik kita semua. 

Adalah mereka bertiga. Bisa dikatakan, mereka teman yang baru. Tidak dengan Deri yang sudah lama akrab, bahkan pertemuan ketiganya tak hanya duduk tapi ada banyak hal yang telah dilakukan dari beberapa pertemuan; mengerjakan tugas kuliah atau diselingi dengan pembicaraan tentang puisi, perasaan, dan logika sosial, bahkan material. Lebih menarik lagi rasan-rasan masa depan. 

Setiap pertemuan dan kejadian di dalam hidup hanya ada dua; pertama memiliki kesan yang kedua pesan. Akan tetapi, tidak semua punya keduanya, tentu ada yang sekedar sampah yang perlu didaur ulang, ada pula yang paling ideal tak sampai membicarakan, atau paling tidak baiknya bicarakan hal-hal buruk orang lain. 

Jika tentang self improvement, penulis Indonesia pernah menuliskan, "tetaplah melangkah, cintai semua jangan ada yang dibenci" masih saja happy dan masih mengingat hal-hal buruk dan baik saat melangkah sudah bagian dari hidup. 

Pertanyaan tentang self improvement itu tak akan pernah dijawab dengan baik. Sebab masih saja perlu banyak memahami lagi tentang diri dan perkenalan kepada diri agar punya energi positif, dan apalagi tentang hujan yang kini belum selesai, dan ia masih saja dalam kondisi baik-baik saja. Begitulah. 

***

Namanya Umi Latifah, katanya ia sedang belajar menulis puisi. Pertama kali bertemu di malam itu, ia menyodorkan tulisan. Awalnya ragu-ragu malu karena masih menyangka kalau puisi yang awal ditulis hasilnya buruk, tapi ia tetap memaksa karena tujuannya belajar. Mula-mula ragu. Tapi, dia percaya dengan puisinya kalau hasilnya baik dan dapat jadi trapi hidupnya. Saat dibaca memposisikan sebagai pembaca. Puisi yang berjudul 4,5. Dari judul puisi tersebut sudah merepresentasikan perjalanan hidup bersama dengan-nya (yang menjadi objek puisi). Si aku lirik dalam puisi mencoba mereview ringkas perjalanannya, situasi tersebut bukan kondisi baik-baik saja, tapi psikologis sedang berusaha membiasakan semuanya (berdamai dengan diri). Puisi yang diciptakan saat gelisah insomnia akan lebih subjektif, karena si aku lirik bukan menggambarkan situasi, melainkan keadaan diri digambarkan lebih personal. Bagi penulis puisi awal wajar dan bagus, patah hati jadi produktif. 

Mengingat dengan absurd yang di dalam puisi. Kata "debu" secara personal masih memiliki personal. Dalam puisi dikenal dengan penggunaan metafora. Kata "debu" dalam puisi itu menggunakan metafora alam yang memiliki perluasan makna bisa menutupi hal kecil pada sebuah lukisan dan tidak membuat bagus lukisan, lantaran debu tersebut. Penulis menjawab puisi tersebut debu sebuah usaha debu menutup segala lukisan indah dan buruk. Jika pendapat personal sebagai pembaca kata "debu" bisa dijadikan debu pembalut luka. Sebab itu mewakili segala kecewa di masa lalu. 

Sebagai teman tongkrongan hanya berkata dan berharap "lekaslah sembuh dan berdamai dengan semua, sebab bukan hanya rasa cinta yang mengaburkan semuanya, masih banyak hal yang dapat diambil hikmah dari peristiwa, dan janganlah seperti laron-laron dalam bermimpi di bumi, dianggap setiap sinar akan menjanjikan bahagia, sayap-sayap laron sering patah karena menganggap sinar lampu dianggap menjamin mimpinya." Analogi tersebut mereduksi puisi di atas, berupa gambaran sederhana mengenai luka dibalutnya. 

Adalah Deri, ia kawan yang kemapun dapat dan mudah direpotin. Awal mula kenal akrab tidak ada titimangsa yang jelas, tapi kita kenal baik. Di pertemuan ini ia punya ide untuk bermain edukatif. Menyusun pertanyaan mengenai buku-buku sastra, ya walaupun awal mulanya kita ingin mengerjakan tugas. Ia punya cara sendiri untuk menyelesaikan tugas, tidak hanya di warung kopi, katanya. 

Saat perpindahan tempat ngopi. Saat itu, semuanya memfokuskan tugas segera selesai. Lalu singkat kondisi itu, dimulailah game tebak-tebakan tersebut. Saya hanya melihat dan senang mereka seperti itu. Tidak ikut karena malu, mungkin tidak game ini ikut, tapi di lainnya bisa ikutan. Tapi, sangat edukatif permainannya. Jadi referensi sata mengajar. Saat bosan dengan pertemuan ini, ini salah satu ice breaking saat bosan mengerjakan tugas. 

Namanya Liya, mungkin diantara teman sangat sering bicara serius mengenai tugas. Sebagai seorang yang biasa-biasa tidak rajin. Ya, harus membaur dengannya agar tertular. Mungkin itu cara baik seorang teman. Tapi, jika dipandang dari gerak semangat semuanya perlu ada, karena seorang yang malas juga bisa terdorong temannya. Dan itu salah dua kelebihan, dari ia yang selalu gupuh dengan tugas dan perfek untuk segera selesai. 

Adapun sebagian terkadang menyelesaikan tugas untuk segera selesai dan intinya selesai. Dari lingkaran pertemanan di setiap pertemuan punya semangat berbeda. Dari perkumpulan itu tidak sekedar melainkan menghasilkan beberapa tugas selesai. Ya, berkah diskusi atau sekedar ngopi sambil bicara santai, sambil meluangkan waktu bercanda agar tidak cepat tua.

Adalah Ayu, yang mungkin dipandang sosok orang paling serius terus, ternyata tidak juga. ia juga suka bercanda. Namun setiap perkumpulan seperti ada ambisi pokok bisa menyelesaikan tugas. Membangun kultur sehat dan budaya baik di setiap pertemuan itu baik saat berkumpul: berhasil menyelesaikan tujuan awal. 

Malam di pertemuan ini, tidak banyak ia bercerita. Karena suasana bukan tentang cerita, melainkan tugas serta permainan edukatif ide Deri. Dan usaha produktif bukan sekedar ngopi, ya usaha kecil semoga saja jadi jalan baik yang besar, dan kita semua--yang akan segera menyelesaikan tugas akhir. 


***

Kita, sangat bersyukur dengan perbedaan yang ada dalam diri. Ia yang pandai bercanda dan juga pandai membuat sekeliling orang-orang tertawa. Baik ataupun buruk selalu menghadirkan tawa. Dan setiap pertemuan selalu punya pesan dan kesan. 

Pesan terdahulu yang dapat dibagikan. Ternyata mereka punya cara paling sederhana memperlakukan pertemanan. Sederhananya tak punya sekat serta lentur memberikan canda yang merupakan menjadi anak kandung dari tawa. 

Kesannya, saat berkumpul memang kadang kita tidak terasa apa yang dihasilkan. Tapi, saat dipikirkan itu tidak benar. Narasi itu saya reduksi kalau setiap pertemuan dengan teman yang berkumpul dengan niat baik berdampak baik: karena tujuan mengerjakan tugas, membuat psikologis terdorong untuk segera selesai tugas dan semuanya secara tidak langsung, dan teman yang secara tidak menggurui mengajarkan banyak hal tentang pola dan gaya hidup, dan itu perlu disaring. 

Dan pertemuan tersebut, ditutup dengan pertanyaan Umi yang seperti heboh, tapi membekas, tentang "ilfil terhadap lawan jenis." Sederhana, ada yang menjawab 1). Akhmad, "saat kita serius berteman dengan lawan jenis kita tahu baik buruknya, hanya ada dua membenahi bertahan atau meninggalkan." 2). Deri,  sombong, 3) Liya, pamer, dan 4) Ayu, tidak menghargai saat memasak, dan berkata "hanya masak ini"... dan 5)  "mengatur-ngatur hidup..." mungkin begitu dulu. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar