Minggu, 26 Mei 2019

Cerpen; Yang Terhapus Masih Bernafas

Yang Terhapus Masih Bernafas

Semua rasa akan tercipta dari diri manusia paling dalam, untuk menunjukkan bahwa ada kecintaan pada seorang yang menjadikan dirinya sempurna. Sempurnanya cinta akan selalu tercipta dalam bentuk sederhana, di meja makan, melakukan sarapan pagi walau tidak setiap pagi itu cita-cita sederhana dalam surga manusia, menikmati embun pagi menyaksisakan matahari awal terbit, ada harapan baru akan datang.

Perempuan cantik itu setiap pagi menyebut namaku “Maja”, bukan apa dalam sebutannya menawarkanku sarapan dan mempersiapkan diri untuk segera berangkat sekolah. Sekolah yang pada awalnya hanya menjadi tujuan pokoknya bisa baca dan menghitung. Cita-cita sederhana manusia hanya bisa dinikamati tatkala rasa bisa dinikmatinya, dihari ini menjadi bukti bahwa itu sebuah perjalanan abadi.
Penghuni rumah paling lama mahkotanya yang tlah memutih, tidak pernah membosankan menawarkan  rasa pada bibir dikala mati rasa, ada saja dedaunan di samping rumah di masak dijadikan sayur. Masakan pagi selalu memberi sari yang tak bisa dibenci oleh rasa, sebab tidak ada lagi dedauanan. Panjang umurlah dalam hari berdoa tuk bisa menikmati masakannya terus.

 Penghuni rumah pertama dengan masakannya dan rayuan  bahasanaya, selalu memusnahkan pikiranku. Apalagi mengenai cinta dan rindu tak dapat dipisahkan, usahanya selalu baik naum tak pernah mengoreksi keadaan apa yang dirasakan olehku. Semua orang banyak berkata bahwa kau yang tertua akan memliki tanggung jawab besaar atas adek-adekmu. Itulah beban pikiran, sewaktu-waktu aku menghabiskan waktu namun bukan waktu yang habis melainkan keadaan rasa itu memudar.

Si isi rumah bermahkota putih, menawarkan cinta kasihnya. Setiap pagi sebelum matahari tiba ia menwarkan minuman susu, sarapan singkong, menyisipkan sangu di bawah tlangtang1 tembok samping pintu. Sebelum matahari tiba menggunakan bahasa paling lembut, mengancam menghapus cinta yang utama selain bapak.

“Nak, sangu dan sarapan ada di tempat biasanya” si mahkota putih berpesan dikala membangunkan sebelum beranak mencari rumput.
“Iya, sangu berapa?” Tanya dengan merengek dan tidak semangat
 “200 rupiah nak, sekarang hari jumat sekolah cepat pulang,”

Kehidupan berdua itulah yang dibangun, si mahkota putih mengahapus sebuah bangun prasasti cinta dan rindu tertanam dalam diri semenjak umur 1 tahun. Ketika sudah memucak dan kadang hasrat memberontak, ketika pagi meneawarkan kelembutan dengan tanpa kebisuan, dan kebisaan itu mampu melebur dengan sendirinya  terhempas walau masih bernafas cinta dan rindu itu.

Sebuah kuburan yang akan di ziarahi bukan yang mengenalkan dunia. Labirin cinta seorang mahkota putih itu menjadi sosok berarti, dikala sepi dan segala sakit menjadi tempat aduan paling utama dan terakhir. Walau singkon menjadi menu andalannya, dengan kebiasaan rasa meleburkan ke dalamnya akan terhapuskan labirin cinta utamanya. Walau cinta utamnya adalah Azimat yang paling keramat dihormat samahalnya Zimat.
Sebuah kelahiran yang dijalani akan senantiasa menjadikan sebuah pertentangan dikala sudah bisa mendewasakan diri dari sebuah keadaan. Kehormatan akan dibentuk pada manusia yang masih dini pemikirannya, cinta akan datang seperti halnya ilmu laddunni. Yang mampu tanpa disadari bisa menembus sebuah non-rill menjadi rill.

Labirin cinta yang dibangun sejak dini, akan melahirkan sebuah adat dan norma bahkan tradisi. Semua itu terbentuk karena adanya kebiasaan persembahan rasa dan ketulusan pada pertumbuhan anak yang masih memiliki otak dan tulang yang masih mudah dibengkokkan, entah dibenkok dengan sebuah dogma pengetahuan kehidupan seharinya, mencari rumput setelah sekolah, belajar ngaji jika malam, bahkan cara itu bentuk cinta. Kasih sayang memberi sebuah rutinitas kepadaku hal itu membuat aku lupa akn cinta utama.

***

Waktu tlah berlalu, hari tetap minggu-senin perputaran masih dalam koridor yang sama 24 jam. Usia tlah beranjak dari yang tidak jelas selalu ingin tahu yang jelas. Kini bagaimana dari jelas ketidak jelas, masa SMA sudah dilalui, setiap pagi masih tetap singkong, dan sangu tetap, yang berbeda teretak pada tempatnya, tlangtang sudah menjadi pilihannya meletakkan sangu, namun di bawa kardus tempat baju seragam menjadi tempat strategisnya. Rasa dengan kadar yang sama dan lebih meningkat.

“Maja itu, tlah besar dan tinggi” tetangga yang baru datang dari Jakarta, dengan berbisik ke si mahkota putih dan Warni tetangganya,
“Iya bing2 suka makan dia”. Jawab si mahkota putih,.
“Bu”, berangkat dulu, assalamualaiku!”, berterak, memberi tahu akan beranjak ke sekolah.
“Iya, moga lancer”. Melanjutkan menyempu arit tuk segera bergegas pula mencari rumput.

Pembiacaraan dengan tetangga itu berlanjut. Kabar demi kabar dari desas desus cinta utama si Maja dijelaskan, bahwa setiap ada yang pulang ke kampong halaman desa Alasrajah, Kampong Konyik, ia mengirimkan uang untuk biaya sekolahnya. Rasa cint padnya masih ada karena cinta kasih itu sepanjang masa.

Pemilik mahkota putih, tersendat berhenti dengarkan cerita tetangga, yang mengetahui keberadaa cinta utama Maja. Matanya pun pecah dengan ketidak sadaran dan kekawatiran seorang pendidik. Jika suatu saat akan datang dan membawa Maja, dan Maja akan ikut pada cinta pertamanya, membayangkan itu menjadi pukulan keras baginya. Cinta itu sebenarnya sudah luntur darinya, sebab aku selalu menwarkan aroma cinta kasihku kepadanya untuk bisa menghapus cinta utamanya, keyakinan berhasil bisa diyakini hari Ini, dengan bersekolah dan selalu dituruti permintaannya ia menjadi anak yang akan nurut pada cinta keduanya,
namun kedewasaan dan pikirannya akan terbangun dengan sendirinya, manusia bisa saja hari ini lupa akan semuanya, dikarenakan terbentur dengan keadaan. Sewaktu manusia bisa ingat semua yang kehilangan dan yang kehilangan, yang berharga dan yang diharagai. Siklus itu adalah metamorfosis hidup tidak dapat diterima secara detail sebuah hal. Semua itu bisa terjadi dengan kemungkinan lairnya pendewasaan dan keadaan lingkungan. Bahwa setiap panggilan orang tua datang ke sekolah tersebut ia berpikir ada yang berbeda dengan dirinnya, keluarga si Taqim ketika ada panggilan orang tua kedua orang tuanya datang.

Si tetangga melakukan lanjutan ceritanya, bahwa keberadaan dan saudara dari Maja sudah seumuran adek Maja yang sekarang lagi di Jakarta juga bersama pamannya. Maja beranjak dewasa akan sedikit  berpikir jauh tuk menemukan arti dari sebuah bangunan prasati dalam keluarga pemilik mahkota putih. Seorang ayah yang jarang berada di rumah.

“Ho, gimana, kalau kamu sekarang cerita ke Maja, mengenai cinta pertamanya maja itu”.
“Cerita gimana Neng3 ?”, dengan serius menawarkan dengan nait membunuh rasa cintanya maja
“Ceriakan kalau cinta pertamanya sudah tiada sejak pindah ke Bandung, pasti percaya dia karena hanya kamu dianggap orang yang selalu membawa kabar dari cinta pertamanya”.
“Kasihan, mematikan cinta seorang pada Azimatnya”.
“Tapi, dia sudah kelas XII, tahun depan akan lulus, Maja pernah berkata ke ayahnya pada tahun lalu, kalau sudah lulus sekolah akan meminta alamat cinta pertamanya”.
“Terus, kwatir apa kamu Ning, biarkan dia juga menjelajah nantinya merantau, cari minta uang ke cinta pertamanya. Enak kamu akan dapat untung”.
“Bukan untung rugi Ho, aku kwatir dia akan mengangut ilmu kacang kulit, kamu tau dia aku rawat dari kecil hingga sekarang setelah besar akan tinggal dengan cinta pertamnya, bayangkan aja Ho”. Dengan merengek netes air mata ia menceritakan kekawatirannya.
“Terus, aku harus memberi kabar itu nanti, aku paham Ning perasaanmu?”
“Iya, Ho”.

Pemilik mahkota putih itu meratapi segala kekawatirannya. Pertarungan cinta dan keikhlasan akan terjadi. Bagaimana ketidak ikhlasan dalam merelakan rasa cinta kepadanya, untuk memberikan pada cinta pertamanya. Kekuatan dari kebiasaan bebarapa lama akan menjadi pertaruhan cinta yang hanya dititahkan Tuhan bahwa itu cinta pertamanya. Namun dalam cara dan rasa menikmati dari ciinta yang sekian dari seorang nenek yang merawatnya sejak membuang kotorannya dikala buang air kecil dan air besar, menceboki, menjaga makaananya hingga dewasa. Apakah kerelaaan dan keihklasan akan menjadi pertaruahan, tidak mudah menjalani kehidupan dikala membangun cinta pada prasasti dari kecil, karena yang dilawan dan dibinasakan darinya adalah cinta pertamanya.

Kabar buruk akan memecahakan cara piker Maja, apa yang akan menjadikan dirinya nanti mendengar hal itu, akan memberikan rasa penyikapan seperti apa, 18 purnama tidak pernah ada kabar, hanya kabar sehat dan baik mengenai keadaan yang tahu jika rindu tidak mau tau, malah kabar buruk itu datang dengan paling mengerikan, akan lebih menanyakan akan berziaroh ke mana tuk mengrimkan doa. Dikala cinta sudah tidak bisa ditebus dengan cara maka hanya dengan berdoa akan meberikan harga kepadanya, namun di mana aku bisa yakin akan itu semua. Yang terhapus namun masih bernafas.

Akhmad 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar