Sabtu, 11 Mei 2019

Cerita Seorang Penulis dan Pengemis



Menulis dan Mengemis

Gus Dur pernah berkata dalam fatwanya tingkat manusia itu ada tiga tahapan. Pertama manusia berada ditahapan paling rendah yaitu tingkatnya ada di Oral, kedua mendengar, ketiga menulis. Pada tahapan manusia ini memiliki kecenderungan harus memahami tingkatan ini mengukur refleksi diri. Evaluasi diri bahwa dasar manusia hidup dan manusia memfungsikan dirinya, bukan sekedar berada pada tahapan satu dan dua.
Tahapan ketiga ini akan menjadi tahapan paling akhir sebab manusia akan senantiasa mencipta; dari berbicara dan mendengar semua itu akan terangkum dan bisa mencipta sebauah dampak estetika pada manusia.

Dalam filsafat ilmu kita mengenal mulai dari Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi. Hal itu akan menjadi tujuan manusia terakhir tanpa disadari untuk bisa membuka ruang baru. Hingga memperhatikan sebuah evolusi yang tidak hanya memiliki dasar target tentang kebaikan dan memperhatikan nilai guna, namun di sini penulis berbicara tentang estetika.

Ketika semua hasil tercipta, menerima dari semua akan jadi harga sampai mana peristiwa dijadikan kesan: berharga manusia bukan akhir tujuan akhir, evolusi akan selalu bertahap mencipta sebuah revolusi, paling sederhana dalam diri mencipta, membuka cara baru dari sebuah realita yang nanti akan dijadikan kisah berharga cata-cara memberi nilai rasa kemamusian, hewan, dan Tuhan.

"Kegagalanku ketika tulisan belum selesai dari tujuannya"

Menulis kegiatan melukiskan, merekam sesuatu, menangkap apa yang ada dalam pengap, menghasil teks. Dari sisi lain menulis juga salah memasukkan naluri pada naluri kehidupan lain untuk memahami siapa dia dan masuk pada diri. Menulis meminjam apa yang ditulis Franz Kafka manulis merupakan ketegangan anatara menemui bahasa dan menemukan bahasa.
Bahkan dalam prosesnya menulis seperti halnya pengemis, mencari-cari sisa para manusia berharga. Jika uang berharga, tapi pengemis bukan sekedar mengukur adanya uang, mengukir adanya kepuasaan diri dan mencaci orang-orang yang tak bersimpati dan empati.

Tujuan dari mengemis mengikiskan grimis yang teriris. Rasa akan lebih tajam pada memahami menerjemahkan hidup. Menghirup udara didunia buta nostalgia hanya tersandar pada nuansa, pasrah menjadi arah arwah para dewa berbahasa.

Menulis dan mengemis akan memiliki cara melakukan praktik yang nyaris sempurna. Menghasilkan rasa tujuan utama dan memadukan. Pengemis mengumpulkan harga menjadikan kebutuhan diri agar mengalir kekuatan. Mencari sebuah apa yang ditampa agar bahagia. Menulis menemukan sabab kebahagian dengan sebutan luka bahagia. Membuka untuk membagi luka yang melahirkan bahagia.

Menulis sebagai akhir membagi rasa. Memberikan sebuah peristiwa dengan bahagia teks seorang penulis memberikan garis. Menebarkan estetika dari hasil oral dan mendengar. Bahagia menemukan luka dirasakan menceritakan dalam teks dan pembaca membuka bahasa pada yang diterima.

"Yang abadi bukan puisi, yang terjadi pada puisi"

Akhmad 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar