Kamis, 16 Mei 2019

Sisi Lain Seni Mencintai Erich Fromm

foto:Akhmad

Mencintai Nama

"Ketulusan tak bisa diukur dengan kata-kata apalagi identitas maka asal usul hanya arah kecil kerja naluri"

Aku mencari seseorang yang tidak aku tahu bentuknya. Rasanya hanya ada dihati tapi hatinya tidak tahu bentuknya lagi. Apakah itu manusia atau bukan, tapi itu representasi lain dari manusia yang sempurna. Laki-laki sebagai arti perempuan sebagai pemerhati. 

Ia berjalan hanya dengan motivasi nama, berkeringat karena nama, berjabat hanya dengan nama. Suasana yang ada tidak ada yang sangsi kecuali nama yang masih belum menemukan aksara. Aksara yang pantas untuk dituliskan menggunakan rumus yang pantas memperjelas nama. Dari mana datangnya aksara kalau tidak mencerna huruf abjad bahasa Indonesia.

Dalam bukunya Erich Fromm berjudul Seni Mencintai halaman 60-61 menuliskan tentang mencintai, bahwa dalam mencintai memberi lebih menyenangkan, mengembirakan, daripada menerima; mencintai, bahkan jadi lenih penting daripada dicintai. Dengan mencintai dia telah meninggalkan sel penjara kesendirian dan isolasi yang membentuk oleh kondisi narsisme dan egosentrisme. 

Perjalanan telah dimualai gemilang masa depan masih belum terpancar; sebuah peradapan hanya persoalan kesandung pada batu kecil, hal yang sudah menjadi sesuatu peristiwa biasa, bahagia bukan sekedar menemukan siapa yang punya setiap pujian dan pujaan melain cara dan kehidupan yang bisa diterima oleh diri dan atas nama itu mencintai tak sia-sia.

"Mencintai nama bukan hanya sekedar memikirkan makna, tapi bahagia yang mampu diterima dengan cara"

***
Di jalan raya menuju kesunyian berbelok kiri menunju lurus ke arah kesetian. Nama yang dicintai menyelimuti hati. Ego, superego, dan Id terkombinasi dengan kesunyian paling damai. Langkah terus melawan arus angin hanya kuat dengan ingin. Membawa kata yang ada dalam jiwa dengan dukungan buku yang dibaca; negara kecil terbangun kemerdeaannya lantaran bacanya masih tertanam rapi.
Sampai mana akan berhenti berhadapan dengan naluri dan tidak hidup dengan cacimaki.

Rialitas sosial manusia terkadang akan senantiasa buta. Tidak tahu apa-apa tentang kehidupan lain selain satu identitas yang dianggap paling utama merasa dan yang lain ngungsi; cinta pada satu sisi nama tidak hanya mengerban tentang dirinya sendiri kadang lupa pada siapa pencipta (Bucin) dalam kata singkatan sekarang kita kenal, bahwa kata itu menjadi dasar pemikiran bahwa dalam selogan itu sebuah pembunuhan karakter mencintai.

Lahirnya arah pemikiran baru. kita membuka cara baru ketika semua merasa cinta sosialisme lebih berkualitas daripada cinta yang individualis. Slogannya mengenai cinta seorang sosialis tidak hanya pada satu sisi tapi lebih banyak membagi cintanya dengan kemaslahatan ummah, beda dengan non-sosiali mencintai hanya pada satu objek. Arah pemikiran itu sedikit radikal. 

Realitas sosial akan memperjelas apa yang tidak jelas. Langkah tentang tanpa nama yang abtraks akan berbuka dalam awal sederhana yaitu langkah jejak kaki yang sangat jelas. Jejak kaki itu seperti sebagai tanda ada jejak kaki sebelumnya ada kehidupan menuju ke suatu tujuan jalan. Dari itu mencintai nama akan tetap berglfungsi bukan hanya kebingungan yang tak membangun pemikiran kita.

Jejak kaki sebagai langkah awal untuk menyeberangi ke daerah lain yang belum usai ada dalam diri. Mencari tarian yang tanpa nama dengan musik dansa; ketika semua bahagia kita ada di dalamnya fungsi manusia seperti memiliki dampak bahwa kudrot tantang rasa. Menjelma terus tanpa nama tapi tetap bekerja atas segala rasa dan menanggung setiap peristiwa peradapan dunia.

Selamat menunaikan ibadah cinta pada tanpa nama tapi menyimpan makna.

Akhmad 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar