Rabu, 22 Mei 2019

Tangisan Negara Indonesia

Negara Sakit; karena disakiti atau dicintai

Kita mudah mengusir Kolonial Belanda dari negara kita hanya bisa membedakan bentuk biologisnya, raut wajahnya, budayanya, dan gaya berpakaiannya, kita akan sulit melawan bangsa sendiri dengan bentuk biologis yang nyaris sama. Hal ini pernah di lontarkan oleh Soekarno.

Hari ini tepat tanggal 22, 05, 2019 Jakarta banjir dengan keringat manusia. Macet kota jalan di Jakarta sudah tidak wajar. Naluri yang dibawa ke keramaian tidak ada yang tahu, mulia atau memang hanya ikut-ikutan. Ada yang sarungan, ada yang juba'an, semua tekombinasi pada satu wajah kebersamaan tanpa ingin tahu perjuangan yang sebenarnya itu apa?. Mungkin saja dalam garis besar mereka yang di depan memiliki tujuan untuk bisa mencapai keinginan dengan mendapagkan dukungan. Negara yang satu ini menjadi negara kesatuan, namun semua hati tidak ada yang tahu bahwa mereka hanya memburu satu posisi tanpa menyadari fungsi.

Logikanya mereka yang mengajak ramai, karena tidak terima dengan keinginannya. Menggunakan cara jalan itu mungkin saja itu hak mereka bernegara yang berada di negara demokrasi. Katika memiliki inspirasi apakah akan bisa mengubah keinginanya.

Ambisius dari mereka yang ramai bukan tidak mungkin memiliki tujuan, mungkin ada yang memiliki tujuan mulia mengubah sistem yang kecurangan, tidak masalah jika membenahi namun apakah akan mengambil cara keributan yang hanya membuat bikin susah rakyat yang tidak bersangkutan.

Semua kebenaran seperti sudah snagat gamblang. Tidak perlu mencari kebenaran setiap saat sudah menjadi umbaran, dicekoki oleh banyak informasi yang tidak bisa dibendung. Hingga pada akhirnya apakah akan ada kepercayaan kuat ketika semua orang telah mengumbar dan tahu bahwa kebenaran itu menjadi sesuatu yang gamblang. Banjirnya kebenaran akan menjadi sebuah tras dengan mudah untuk menemukan ketidak baikan dalam tatanan sosial dan brirokrasi.

Hari ini media informasi sudah tidak bisa digunakan masih dierorkan  (Watshap non-aktiv). Keputusan para negarawan di atas pemangku kebijakan mengambil keputusan seperti itu bisa dikatakan efektif, demi menjaga kesetabilan negara yang lagi keos, di Jakarta hari ini separuh berwarna putih, dengan diselimuti sorban dirinya, bukan menjaga keamanan atau menerima. Namun Jakarta dituntut untuk bisa disamakan dengan keinginannya. Non-aktiv WA menjadi keputusan efektif bagi bagian orang, bagian orang juga tidak dianggan efektif karena membuat susah rakyat.
Salah satu teman kerja namanya Rozikin biasa yang biasa ngopi di tempat kerja.
"Apa lagi yang ditutut, hal ini malah bikin tambah bikim susah rakyat, mengapa tidak menerima?" ujar dalam keluhnya.
"Itulah, kita harus sadar bahwa bedanya orang yang serius dan yang ambisius dalam mencapai sebuah tujuan", ujar penjaga kopi itu.
Keseriusan itu memiki tujuan kuat dan akan pula diperkuat dengan ketelatenan dalam berproses, dan akan selalu menerima dalam setiap proses perjalannya. Berbeda dengan yang sebuah ambisius, yang terkadang lupa dengan namanya proses namun tujuan akan menjadi tujuan utama, ketika semua sudah sesuai dengan tujuan jalan dengan sempurna maka lahirlah kekecewaan besar. Sehingga menciptalah sebuah tindakan atau respon pada seseorang itu.

***

Kita harus tahu hari ini, bahwa negara kita mengalami tangisan besar. Mengukur rumput yang diinjak dan pohon yang pengab dengan ulah para orang-orang yang mengakui dirinya bahwa bukan satu rasa dengan negara. Ia tidak hanya merasakan luka tapi kemuliaan niat dicemari dengan ketidak selarasan tetang kebijakan kemanusian.

Hingga pada akhirnya ketidak puasaan akan melahirkan ketidak kemanusian. Karena tindakan manusia itu tidak bisa membuka rasa bahagia. Bukan tidak mungkin mereka memiliki niat biak antara yang diaanggap salah dan yang tidak menggap salah. Mereka sama-sama memiliki niatan baik bahwa dirinya yang pantas. Siapapun manusia mengalami apapun yang sekedar, namun tidak semua manusia bisa menerima.

Manusia bisa membaca namun sulit menerima apa yang dibaca. Kita bisa bicara namun belum tentu menerima apa yang dibicarakan, ada yang merasa benar namun kadang tidak menerima akan kebenaran. Hidup adalah perjalanan namun jangan lupa untuk tidak menerima peroalan. Kekecewan bentuk lain dari kemarahan kekerasan bukan harapan agama manapun.

Tulisan tidak memikirkan siapa yang salah dan siapa yang benar karena keduanya memiliki asumsi subjektif dan objektif berbeda. Namun yang menjadi perhatian kita adalah negara yang lagi menangis karena ulah kita, semoga pasca kekeosan akan ada keberkahan melimpah kepada negeri ini. Tangisan negara akan menjadi ksedihan para pendiri bangsa yang telah mendahuli kita.

Dalam menjaga nasionalis kita butuh dicintai karena sudah merasakan apa yang telah diterima oleh negara yang kita berikan, sedangkan kalau mencintai kita masih terus mencoba dalam mencoba belum tentu kita diterima olehnya persembahan cinta ini.

Berpikir sejenak menggunakan naluri, maka lebih utama daripada sholat 100 tahun tanpa berpikir 100 tahun tentang kita di masa akan depan manusia sebagaimana fungsi dan posisi.

Akhmad 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar