Minggu, 26 September 2021

MANUSIA

Seorang Narcissus yang tergila-gila dengan  dirinya sendiri. Jatuh cinta pada dirinya yang pada akhirnya ia dihukum karena kesombongan sendiri yang pada akhirnya terpeleset jatuh, lalu meninggal. 

Ada seorang yang sangat percaya diri dengan kemampuannya, pada akhirnya tidak percaya dengan orang lain. Terkadang. Ini seringkali kita temukan di dunia nyata bahkan dekat dari kehidupan. Sehingga hidup bersosial atau sekedar hidup tanpa memikirkan orang lain terjadi. 


Puisi berjudul "Kangen" karya WS Rendra. Pada bait pertama yang berbunyi "kau tak akan mengerti/bagaimana/ kesepianku /menghadapi kemerdekaan tanpa cinta." Kutipan tersebut memberi gambaran bahwa manusia tidak akan mampu hidup sendiri. Butuh cinta dengan makhluk lain, terutama Tuhan. Mungkin demikian interpretasi teks puisi tersebut. 


Sebuah objek manusia memaknai hidup dan kehidupan yang tidak dapat digerakkan oleh diri sendiri saja. Sebab makhluk dicipta secara hidup bersosial (zonpoliticum). Sehingga tidak ada yang bisa bertahan di muka bumi sendiri, apalagi tanpa cinta. 


Secara esensial hidup manusia butuh cinta. Sebab biologis manusia secara kodrati perlu itu. Begitulah hidup yang secara otomatis koneksi manusia punya kebutuhan akan hal tersebut pasa hasrat. Salah satu filsuf bernama Schopenhauer menjadi misoginis bukan karena tidak ingin dicintai, ia dikenal misoginis, bersikap demikian karena mengalami hidup tragis 'ditinggal pas sayang-sayangnya' oleh pasangannya. 


Pelajaran yang dapat diambil dari pelajaran seorang tokoh di atas bahwa pada dasarnya manusia dibenturkan dengan hasrat: kebutuhan. Kebutuhan yang melekat dalam diri dan menjadikan diri manusia mandiri secara pemikiran tapi tidak secara tindakan, sebab manusia secara tidak langsung karena diberikan hasrat kebutuhan, bukan lagi keinginan yang dapat dikatakan semata-mata. 


Kita akan mengenal di masyarakat umum seorang menjadi asing. Asing yang dapat dikatakan ini menjadi masyarakat tidak pasif atau keberadaannya dipertanyakan. Kondisi seperti ini menjadi persoalan sebab menjadi persoalan, walaupun hidup pilihan: mau jadi pribadi bersosial atau jadi pribadi individual. Jika dipandang secara psikologis tidak menjadi masalah makhluk (manusia seperti itu). 


Namun, hidup bukan tentang penyempurnaan; id, ego, dan superego. Psikis yang terpisah tapi berinteraksi. Konsep ini dirumuskan oleh Sigmund Freud. Bahwa manusia akan memiliki poros yang seimbang jika ketiganya dapat dikerjakan secara maksimal. Dan ini tidak keluar konteks kebutuhan esensial dan eksistensial manusia, di masyarakat: sosial maupun individual.


Jika memandang secara eksistensi manusia, dapat dikaitkan dengan buku berjudul Modern Times: Selected Non-Fiction penulis Jeans Paul Sartre 2002, dalam pembahasan mengenai hasrat, bahwa hasrat adalah kesadaran, karena hasrat hanya bisa eksis sebagai suatu kesadaran non posisional dari hasrat itu sendiri. Manusia eksis dibentuk dari dalam diri kesadaran--yang menjadikan keinginan. 


Dalam tataran sosial, manusia tidak dapat menjadi asing dari kehidupan. Sebab manusia satu akan butuh dengan yang lain. Namun perihal kebaikan yang ditawarkan kepada makhluk lain tentu berbeda-beda, jika kebaikan manusia satu bisa dengan bahagia senyuman. Tapi, berbeda dengan yang introvert hanya sibuk dengan manfaat bagian dirinya. Mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar