Minggu, 05 September 2021

SEPERTINYA MELURUSKAN KEMBALI


:kepada diri sendiri yang terus besar 


Kesal dengan tulisan-tulisan di baliho pinggir jalan. Nyaris membuat pembaca merasa kesal sekaligus jengkel. Sebagai orang bahasa serta belajar di fakultas pendidikan 'tulisan di baliho tidak ada nilai dedikasi dedikasi secara tulisan maupun pesan moral--semua berisi ajang promosi,' hal ini membuat kita berpikir, adakah pengecekan ulang dari pembuat dengan seorang yang tergantung, secara gambar maupun bahasanya. 


Saat beberapa bulan tidak menulis. Maksudnya tidak menulis untuk media massa, baik secara lokal maupun nasional. Ambisi ke sana selalu ada, bahkan secara serius ditargetkan setiap tahun--untuk masuk ke media, setiap apa yang ditulis. Hal ini membuat berpikir keras serta juga melakukan kerja keras untuk terus menulis. Sebagai bentuk tanggung jawab intelektual seorang akademisi. Dan kini ingin sekali kembali pada kehidupan yang lurus di awal dijadikan cita-cita sehingga setiap berdoa selalu minta restu 'tuk menjadi penulis', begitulah cara untuk kembali sambil berkata dalam hati dan mendekatkan diri, nanti bisa hidup dengan pola dan kelebihan sendiri. 


Dari para paragraf awal itu, yang bicara tentang baliho. Apa kaitannya dengan ketika menulis? Padahal kan, sangat jauh kasusnya. Kalau menulis urusan pribadi yang tak patut dikaitkan dengan urusan politik (sosial). Mengapa demikian, apa karena tidak perlu mengurus hal demikian, tapi urus diri sendiri lalu mengurus hal besar. Begitulah narasi yang selalu berkembang untuk membunuh karakter atau mental tidak percaya diri, bahkan terasa menghadirkan mental inlander yang selalu membayangi diri kita sebagai generasi--yang masih tidak percaya kalau kolonialis membentuk mental tersebut. Agar tidak memiliki kepercayaan diri. Namun bukan tentang itu yang dibahas, melainkan suatu keramaian akhir-akhir ini terjadi. Apa kaitannya dengan bisa menulis dan kembali mempertajam pola pikir dengan menulis. 


Adapun sebuah upaya yang dilakukan dalam mempraktikkan latihan  menulis selalu dilakukan. Mulai dari cara menulis paragraf atau kalimat selalu coba. Entah baik atau buruk selalu dicoba. Namun, dalam hal ini tidak menemukan arah serta cara mengarahkan ke mana tulisan akan menemukan ladang, dan pembaca dapat mencari cara atau cari tahu isi, tulisan. Sehingga ketika sudah ada arah yang jelas akan dijadikan keyakinan kalau tulisannya sudah dipertanggungjawabkan karena dasar dari tulisannya, sebagai fungsi dari apa yang telah dititipkan ke teksnya. Rasa atau kritikannya akan menggugah hati pembaca dan melakukan sesuatu yang diketahui; baik atau buruk terus menggalinya. 


Secara, tulisan tidak perlu punya cara menggurui. Tapi, memberi sejauh refleksi untuk dipahami, baik nanti berpikir secara lembut maupun keras. Terpenting bisa membuat otak kita tak berhenti berpikir. Saat membaca bisa dapat satu pandangan yang saat dipikirkan menghasilkan sesuatu. Sehingga hal yang paling sesederhana kalau dikembalikan kepada diri sendiri menjadi luar biasa. Tentu bagi pembaca tulisan tersebut. Dan cara membaca menemukan dengan berbagai cara lebih baik, agar tidak menonton. 


Karya dari seorang akan menjadi penuntun bagi pembaca. Tidak hanya sebagai penikmat dari setiap teksnya, melainkan juga dari setiap kalimat yang mengandung "fragmen" dan "kronik" tapi, juga bisa punya kekuatan dari segi teks yang enak dibaca. Hal tersebut tidak mudah dan sekaligus tidak menonton dengan isi satu kehidupan mulai saja. Namun, tulisannya normal sesuai dengan realitas kehidupan manusia. Walaupun nanti dikemas serius atau tidak. Tepatkah itu dilakukan, kalau pun ada humornya (hiburan tanpa keluar dari konteks teks dan zaman), dan itu dapat dinikmati setiap kata, frasa, klausa, dan kalimat yang dipilihnya. Dan ada kesan tersendiri sebagai pembaca. 


Kontribusi dalam kehidupan sehari-hari tulisan itu akan memberikan dedikasi. Tidak muluk-muluk berkontribusi ke negara terlalu serius dan dakik-dakik, khawatir kalau maksa malah tidak bakal didengar atau hanya koar-koar tanpa manfaatnya. Parahnya lagi kalau pas mengundang unsur kebencian dari apa yang dilakukan. Minimal dalam menulis mencoba memberi sedikit pikiran kita berfungsi dan tidak keluar dari esensi. Menulis dengan cara sendiri lalu dikirimkan kepada media massa, itulah cara sekarang yang secara eksistensi punya nilai lebih baik dan bisa dimanfaatkan untuk heboh, pansos. Itu sering terjadi di dunia belajar yang awal pertama kali menulis di media saat nama dan tulisan di media, nantinya berbunga. Begitulah kerja tulisan pembaca kita. Dan semoga dapat memanfaatkan. Begitulah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar